Jurnal Kepakaran Aspirasi

Vol. 13 / No. 2 - Desember 2022

Penulis:

Abstrak:

Vol. 13 / No. 1 - Juni 2022

Penulis:

Abstrak:

Vol. 12 / No. 2 - Desember 2021

Penulis:

Abstrak:

Vol. 12 / No. 1 - Juni 2021

Penulis:

Abstrak:

Vol. 12 / No. 1 - Juni 2021

Penulis:

Abstrak:

Vol. 12 / No. 1 - Juni 2021

Penulis: DR. jur. Udin Silalahi, SH, LLM.

Abstrak:
Beberapa suku di Indonesia memiliki budaya keluarga besar yang sangat kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berkorelasi dengan ukuran keluarga di Indonesia. Studi memanfaatkan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017. Sampel yang digunakan adalah 34.353 pasangan usia subur. Variabel yang dianalisis meliputi jenis tempat tinggal, kekayaan, perkawinan, lama kohabitasi, kelengkapan jenis kelamin anak, kontrasepsi, umur suami-istri, pendidikan suami-istri, dan pekerjaan suami-istri. Pengujian akhir dengan regresi logistik biner. Hasilnya menunjukkan pasangan di daerah perkotaan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4 dibandingkan pasangan yang tinggal di daerah pedesaan. Semakin baik status kekayaannya maka semakin tinggi kemungkinan memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Semakin lama kohabitasi maka semakin kecil kemungkinan memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Pasangan yang sudah memiliki jenis kelamin anak lengkap kemungkinannya 0,148 kali dibandingkan dengan yang tidak lengkap untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Pemakaian alat kontrasepsi memiliki probabilitas 0,727 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Suami yang berpendidikan dasar 1,242 kali lebih mungkin untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4 dibanding keluarga dengan suami tidak berpendidikan. Usia istri menjadi faktor penentu ukuran keluarga. Pasangan dengan istri yang bekerja 1,273 kali lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak bekerja untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa delapan variabel merupakan faktor-faktor yang memengaruhi ukuran keluarga pada pasangan usia subur di Indonesia. Delapan faktor tersebut adalah jenis tempat tinggal, status kekayaan, lama kohabitasi, jenis kelamin anak lengkap, penggunaan kontrasepsi, pendidikan suami, usia istri, dan status pekerjaan istri.

Vol. 11 / No. 2 - Desember 2020

Penulis: Yulia Indahri, S.Pd., M.A.

Abstrak:
Pendidikan lingkungan hidup (PLH) merupakan pengintegrasian pemahaman lingkungan hidup dengan pendidikan formal atau pendidikan informal. PLH diharapkan dapat membantu siswa memperoleh kesadaran dan pengetahuan mengenai lingkungan hidup untuk selanjutnya dapat membentuk sikap siswa. Dari pemahaman tersebut akan muncul keterampilan dan kecakapan sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dan menjadi agen dalam memecahkan masalah lingkungan. Konsep PLH sendiri dapat ditelusuri sampai abad ke-18, walaupun secara global, mereka yang bergerak di bidang lingkungan hidup mulai berupaya untuk menyusun konsep PLH yang lebih terukur sejak tahun 1970-an. Dasar hukumnya pun beragam, dengan model penerapan yang menyesuaikan dengan lingkungan masing-masing. Adiwiyata merupakan salah satu bentuk PLH yang dikelola pemerintah dengan mengintegrasikan dua kementerian penting, yaitu kementerian yang menangani masalah lingkungan hidup dan kementerian yang menangani pendidikan. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah Adiwiyata sudah sesuai dengan konsep PLH yang disepakati secara global. Secara khusus, pelaksanaan Program Adiwiyata di Kota Surabaya menjadi fokus dari tulisan ini berdasarkan hasil penelitian tentang lingkungan di tahun 2019 yang telah dibukukan. Kesadaran lingkungan Sekolah Adiwiyata di Kota Surabaya sudah cukup tinggi dan konsep yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sangat solid dengan melibatkan semua pihak. Kata kunci: Adiwiyata; pendidikan lingkungan hidup; Surabaya

Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.

Abstrak:
Pemerintah merencanakan mengubah lama pendidikan beberapa SMK menjadi empat tahun dalam rangka mempersiapkan lulusan yang lebih menguasai teknik operasional secara utuh. Tujuan studi ini adalah mengeksplorasi sikap masyarakat terhadap wacana kebijakan program pendidikan kejuruan dari tiga menjadi empat tahun. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari komen pembaca terhadap pemberitaan wacana di media elektronik dari tanggal 11 s.d. 15 Juni 2020, dilengkapi dengan wawancara dengan pemerintah daerah, SMK, dan KADIN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan analisis konten atas data tersebut ditemukan wacana program pendidikan empat tahun menggugat tiga hal pokok: kebekerjaan, pembiayaan, dan dampaknya terhadap usia lulusan. Ketiga isu tersebut dapat ditata jika pengembangan SMK sesuai dan sejalan dengan kebutuhan dunia usaha dan/atau dunia industri (DUDI). Namun, proses link and match SMK dengan DUDI masih belum optimal, karena kurangnya peran pemerintah provinsi sebagai pemegang kewenangan pendidikan kejuruan di daerah. Penguatan tanggung jawab dan kerja konkret terutama dari dinas pendidikan provinsi merupakan kunci pengembangan pendidikan kejuruan karena tanpa perbaikan kinerja pemerintah maka tujuan peningkatan kualitas pendidikan dengan menambah satu tahun menjadi sia-sia. Pemerintah harus mampu memastikan kebekerjaan lulusan dengan mensyaratkan SMK untuk menjalin kemitraan dengan DUDI, jaminan pembiayaan pendidikan hingga lulus, dan keterampilan yang sepadan dengan usia lulusan. Kata kunci: link and match; masa pendidikan empat tahun; pendidikan kejuruan; SMK

Penulis: Rojaul Huda

Abstrak:
Penduduk miskin di Indonesia masih didominasi oleh penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan, mencapai 15,15 juta atau 60,26% dari total jumlah penduduk miskin nasional per semester I tahun 2019. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan di wilayah perdesaan adalah dengan pengembangan ekonomi lokal (PEL). PEL merupakan proses partisipatif masyarakat, pemerintah lokal, dan pihak swasta untuk meningkatkan daya saing lokal melalui sumber daya yang tersedia dengan tujuan menciptakan pekerjaan yang layak dan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga melakukan PEL melalui sektor pariwisata. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang implementasi PEL melalui sektor pariwisata di Desa Serang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif jenis deskriptif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh fakta bahwa terdapat enam aspek dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Serang melalui sektor pariwisata, yaitu kelompok sasaran PEL melalui pemanfaatan sumber daya lokal, memiliki aksesibilitas dan lokasi strategis, mendorong pengembangan inovasi dan kerja sama dengan masyarakat, terdapat agenda berkelanjutan dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat lokal, pemerintah desa memberikan fasilitas pengembangan dan kerja sama kepada masyarakat dan pelaku usaha lokal dalam pengembangan pariwisata di Desa Serang. Aspek terakhir, yakni pariwisata desa Serang dikelola melalui tata aturan yang jelas dan manajemen yang baik. Kata kunci: pariwisata; pengembangan ekonomi lokal (PEL); wilayah perdesaan

Penulis: Vira Amalia Bakti

Abstrak:
Kabupaten Purworejo merupakan daerah rawan bencana tertinggi kedua di Provinsi Jawa Tengah. Dari 494 desa dan kelurahan di Kabupaten Purworejo, sekitar 90% merupakan daerah rawan bencana alam seperti puting beliung, tanah longsor, dan banjir. Salah satu usaha dalam manajemen penanggulangan bencana yakni melakukan koordinasi antarpihak. Atas dasar tersebut, studi ini bertujuan untuk menganalisis koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purworejo serta mengetahui faktor-faktor pendorong keberhasilan koordinasi antara BPBD dengan instansi/lembaga lainnya dalam penanggulangan bencana. Pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif dengan metode pengumpulan data secara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan jumlah informan sebanyak empat orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi BPBD Kabupaten Purworejo pada kondisi pra, saat, dan pascabencana sudah cukup baik untuk menanggulangi bencana, yang terlihat melalui mekanisme dasar koordinasi (vertikal dan horizontal). Namun koordinasi masih mengalami hambatan, misalnya: adanya organisasi masyarakat dan pihak swasta yang tidak melakukan koordinasi dengan BPBD saat terjadi bencana. Faktor-faktor pendorong keberhasilan koordinasi di antaranya: adanya forum pertemuan (fisik dan nonfisik), transparansi dalam penciptaan keputusan, evaluasi secara bersama para pihak, dan dukungan desentralisasi penanganan bencana di setiap instansi sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) masing-masing pihak. Kata kunci: BPBD Kabupaten Purworejo, koordinasi bencana, penanggulangan bencana

Penulis: Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.

Abstrak:
Bencana Covid-19 menjadi stresor bagi pasangan suami istri karena memicu permasalahan ekonomi, psikis, serta bertambahnya beban pekerjaan domestik. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran stres pasangan suami istri di Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 dan gambaran strategi mereka untuk mengatasinya. Untuk memenuhi tujuan ini, peneliti menggunakan metode tinjauan pustaka untuk kemudian ditelaah dengan menggunakan teori stres dan bencana. Bencana Covid-19 terbukti membuat pasangan suami istri di Indonesia menjadi stres. Namun demikian, sebagian besar dari mereka tetap berupaya mempertahankan pernikahan. Hal ini sejalan dengan teori Bowlby bahwa orang-orang merespons stres dengan mencari kedekatan bersama orang-orang yang mereka cintai, berkumpul bersama, dan saling mendukung melalui stres, mempertahankan ikatan pernikahan. Rumah disadari menjadi cara paling aman untuk menghindari ancaman sekaligus menjadi tempat untuk memusatkan kebahagiaan bersama keluarga. Kata kunci: bencana; Covid-19; pernikahan; stress

Penulis: Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.

Abstrak:
Pembangunan sanitasi di Indonesia mengacu pada Sustainable Development Goals di mana pada tahun 2030 ditargetkan dapat menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Adanya pandemi Covid-19 menjadikan sektor air bersih dan sanitasi sangatlah penting dalam memutus mata rantai Covid-19. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan capaian target pembangunan sanitasi di Indonesia dan mengkaji praktik empiris penyelenggaraan sanitasi pada saat pandemi Covid-19. Metoda kualitatif digunakan untuk mengkaji sektor sanitasi sesuai dengan Target SDGs keenam, yaitu: air bersih dan sanitasi layak, baik sebelum pandemi maupun saat pandemi. Hasil kajian menunjukkan bahwa hingga 2019, sebelum pandemi akses terhadap air minum, air limbah dan layanan sanitasi telah tercapai dengan cukup baik. Namun penurunan praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum optimal. Saat pandemi Covid-19 konsumsi air bersih meningkat, perhatian pada pengolahan air limbah meningkat, dan ada perubahan perilaku masyarakat untuk hidup lebih bersih. Kata kunci: air bersih; air limbah; pandemi Covid-19; sanitasi

Penulis: Dr. Dra. Hartini Retnaningsih, M.Si.

Abstrak:
Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk pekerja. Banyak orang mengalami penurunan pendapatan dan bahkan kehilangan pekerjaan. Hal tersebut tentu akan memengaruhi kualitas kehidupan masyarakat dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan mereka. Pemerintah telah berupaya membuat berbagai kebijakan sosial untuk membantu masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat bertahan hidup di tengah pandemi yang terus menggerus kualitas hidup mereka. Salah satu jenis bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah adalah bantuan sosial bagi para pekerja. Namun sayangnya, pekerja dalam hal ini dibatasi hanya pada mereka yang berpenghasilan Rp5.000.000,00 ke bawah dan statusnya terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Tulisan ini mengkaji hal tersebut dengan pendekatan kualitatif dan didasarkan pada studi kepustakaan. Hasilnya menunjukkan, bantuan sosial yang diberikan pemerintah tersebut masih belum memenuhi rasa keadilan bagi pekerja lainnya, yaitu pekerja informal yang pendapatannya jauh lebih rendah dan mereka tidak terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Pada akhirnya tulisan ini menyarankan agar ke depan, pemerintah juga peduli kepada pekerja informal yang sesungguhnya lebih membutuhkan bantuan sosial dibanding pekerja formal yang sudah jelas status dan penghasilannya. Kata kunci: Covid-19; bantuan sosial; kebijakan sosial; pekerja formal; pekerja informal

Penulis: Jefirstson Richset Riwukore

Abstrak:
Penelitian ini mengidentifikasi perilaku korupsi berdasarkan terminologi, faktor penyebab perilaku, modus yang sering dilakukan untuk melakukan korupsi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah penelitian eksplanatif menggunakan data sekunder. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korupsi adalah tindakan untuk memperkaya diri, keluarga, kelompok, dan korporasinya dengan cara melanggar aturan, melanggar norma, melanggar hak asasi manusia melalui eksploitasi sumber daya ekonomi, politik, sosial budaya, dan lingkungan hidup dengan memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki (jabatan, jaringan, dan kekuasaan). Faktor penyebab korupsi adalah motivasi individu dan sistem organisasi pemerintah yang buruk, dan akan semakin meningkat pengaruh korupsi jika didukung oleh lingkungan di mana individu dan sistem yang buruk berada. Berdasarkan hal tersebut maka strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Kupang adalah segera melakukan Memorandum of Understanding dengan lembaga penegakan hukum; segala transaksi keuangan di pemerintahan menggunakan transaksi elektronik atau online; pemerintah membentuk gugus tugas pemberantasan pungli di pemerintahan; memberlakukan pelaporan keuangan pada pejabat di lingkup pemerintahan; efisiensi anggaran pemerintahan yang ganda fungsi dan tidak bermanfaat; membuka akses pemantauan publik melalui basis data elektronik; dan pengukuran kinerja berbasis pakta integritas. Kata kunci: korupsi; Kota Kupang; pemberantasan korupsi; pencegahan korupsi

Vol. 11 / No. 1 - Juni 2020

Penulis: Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.

Abstrak:
Pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan peningkatan jumlah populasi umumnya menimbulkan masalah di daerah perkotaan, yang di antaranya adalah timbulnya sampah. Dua kota yang mengalami pertumbuhan dan menghadapi masalah persampahan adalah Kota Cirebon dan Kota Surakarta. Berdasarkan tipologi perkotaan dilihat dari sisi populasi, kedua kota ini masuk dalam kategori kota sedang. Kedua kota tersebut secara umum, relatif tidak mengalami masalah persampahan yang akut, terutama jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Studi ini difokuskan pada persiapan kota-kota ini untuk mengantisipasi munculnya masalah sampah di masa depan ketika mereka menuju dan menjadi kota besar (populasi di atas 1.000.000). Menggunakan wawancara mendalam dengan Dinas Lingkungan Hidup dan pelaku bisnis bank sampah di dua kota tersebut, dan melalui pengamatan langsung, penulis menemukan fakta bahwa pengelolaan sampah di kedua kota masih menerapkan pola 3P (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan). Hal ini berarti bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin, kemudian diangkut secepat mungkin, dan setelah itu dibuang sejauh mungkin. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pengolahan sampah di TPA masih dilakukan dengan mekanisme open dumping atau sampah hanya ditumpuk terbuka tanpa ada pengelolaan khusus. Cepat atau lambat, sampah di kota-kota ini akan tumbuh lebih cepat daripada solusi pengelolaannya. Suatu hari nanti, tempat pembuangan sampah di kedua kota tidak lagi dapat menampung sampah yang ada. Kata kunci: Cirebon; pembuangan terbuka; pengelolaan sampah; Surakarta

Penulis: Maria Ulfa

Abstrak:
Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha mikro dapat menjadi sebuah instrumen dalam penanggulangan kemiskinan. Pengembangan usaha mikro tidak dapat berjalan sendiri, karenanya perlu mendapat dukungan pembiayaan dari pemerintah. Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah kredit usaha rakyat (KUR) yang hingga saat ini telah berjalan selama lebih dari sepuluh tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui dampak KUR pada sektor usaha mikro; dan (2) Untuk mengetahui dampak pengembangan usaha mikro terhadap penanggulangan kemiskinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan pertimbangan bahwa narasumber atau informan dianggap paling tahu tentang objek permasalahan penelitian ini (key informant). Adapun informannya terdiri dari pejabat pada Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar, pelaku usaha, dan tokoh masyarakat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa KUR memiliki dampak positif terhadap pengembangan usaha mikro di Kota Makassar dan pengembangan usaha mikro memiliki dampak positif terhadap penanggulangan kemiskinan. Kata kunci: kredit usaha rakyat (KUR); penanggulangan kemiskinan; usaha mikro

Penulis: Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Banjir hampir terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk di Bengkulu. Penyebab banjir di Bengkulu lebih dikarenakan faktor perilaku manusia, yaitu alih fungsi lahan yang masif. Padahal Undang-Undang tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) sudah mengatur bagaimana pemanfaatan ruang seharusnya dilakukan dan bagaimana pengendaliannya. Di sisi lain, saat ini pemerintah berencana akan mengubah aturan mengenai penataan ruang ini untuk mempermudah perizinan dalam investasi melalui RUU tentang Cipta Kerja. RUU mengatur kewenangan penataan ruang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Permasalahannya adalah bagaimana pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan di Bengkulu dan bagaimana dengan pengawasan pengendalian pemanfaatan ruang nantinya jika kewenangan penataan ruang dipusatkan di pemerintah pusat? Studi literatur digunakan untuk mengkaji dan hasil kajian menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu belum melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam UU Penataan Ruang. Terbukti hanya melakukan review RTRW Provinsi Bengkulu tanpa melakukan penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan ruang. Di sisi lain, audit tata ruang yang dilakukan Kementerian ATR/BPN tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika kewenangan penataan ruang dipusatkan ke pemerintah pusat, sebagaimana disebutkan dalam RUU Cipta Kerja, dikhawatirkan penyalahgunaan pemanfaatan ruang di daerah semakin meningkat. Demikian juga dengan kejadian banjir sebagai dampak dari meningkatnya kerusakanlingkungan akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukan dan fungsinya. Oleh karena itu, perlu kiranya ditinjau kembali mengenai rencana mencabut kewenangan penataan ruang di tingkat kabupaten/kota dan di tingkat pemerintah provinsi dalam RUU Cipta Kerja. Kata kunci: bencana banjir; pengendalian pemanfaatan ruang; RUU Cipta Kerja; UU Penataan Ruang

Penulis: Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.

Abstrak:
Mengonsumsi pangan yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan dan jiwa konsumen. Namun, hingga saat ini peredaran pangan yang tidak aman masih menjadi permasalahan bagi Indonesia. Meskipun ketentuan mengenai keamanan pangan sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) tentang Pangan dan UU tentang Kesehatan. Tulisan ini menggunakan studi pustaka. Analisis menggunakan teori dan konsep pada literatur sebagai objek utama untuk menjawab pertanyaan terkait bagaimana kondisi penyelenggaraan keamanan pangan di Indonesia dan berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan keamanan pangan agar hak masyarakat sebagai konsumen dapat terlindungi. Hasil temuan menunjukkan bahwa saat ini Indonesia menganut multiple agency system di mana penerapan sistem ini melibatkan jalur birokrasi yang panjang dan rawan terjadinya ego sektoral dalam penyelenggaraan keamanan pangan. Ada lima faktor teknis yang direkomendasikan oleh WHO dalam penyediaan pangan yang aman, yaitu: menjaga kebersihan, mencegah terjadinya pencemaran, menyimpan makanan pada suhu yang aman, memanaskan makanan pada suhu yang tepat, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman dikonsumsi. Jaminan terselenggaranya perlindungan bagi masyarakat dari pangan yang tidak aman merupakan faktor utama yang harus selalu diupayakan oleh semua pihak terkait. Kata kunci: keamanan pangan; konsumen; pangan; pengawasan

Penulis: Junius Fernando S. Saragih

Abstrak:
Kemiskinan masih tergolong tinggi, khususnya di kalangan perempuan. Sementara kesenjangan partisipasi kerja antara laki-laki dan perempuan masih terjadi. Di sisi lain perempuan memiliki peluang untuk mengatasi masalah kemiskinannya dan keluarganya dengan pekerjaan yang fleksibel dan tidak mengganggu tugas mengurus rumah tangga. Berwirausaha adalah pilihan yang tepat, namun perlu diiringi dengan keuangan inklusif yang mendekatkan modal kepada perempuan. Keuangan inklusif ditandai dengan akses terhadap pembiayaan modal usaha tanpa agunan, transaksi keuangan satu pintu, ketersediaan pembiayaan yang melebihi permintaan, dan peningkatan literasi keuangan, meliputi kebiasaan menabung serta peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan. Penelitian ini bertujuan menguraikan dan menganalisis penerapan strategi keuangan inklusif dalam penanggulangan kemiskinan perempuan serta dampaknya terhadap perempuan berpendapatan rendah dan keluarganya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa pembiayaan mampu meningkatkan minat usaha dan memberi stimulan dalam pengembangan usaha, peningkatan pendapatan, serta memperkuat peran perempuan dalam menyejahterakan keluarganya. Penanggulangan kemiskinan melalui strategi keuangan inklusif efektif meningkatkan ekonomi, kapasitas dan peran perempuan dalam menyejahterakan keluarga. Sistem seleksi dan monitoring yang memadai sangat besar pengaruhnya akan keberhasilan ini. Kata kunci: keuangan inklusif; literasi keuangan; penanggulangan kemiskinan; keberlanjutan; kesejahteraan

Penulis: Agus Widiarto

Abstrak:
Analisis kebijakan ini bertujuan untuk menelaah permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengelolaan guru di Indonesia dan merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan pengelolaan guru yang komprehensif dengan mengacu pada pencapaian tujuan pengelolaan guru sebagai tenaga profesional. Sebagai tenaga profesional, peran guru sangat penting, yaitu melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Fungsi dan tujuan pendidikan yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional menjadi sangat strategis sebagai salah satu elemen pencapaian tujuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional tersebut. Analisis kebijakan ini juga menelaah desain pengelolaan guru dari sisi pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kajian ini menggunakan model proses analisis kebijakan yang dimulai dari analisis formulasi atau desain kebijakan, permasalahanpermasalahan dalam implementasi, dan evaluasi kebijakannya. Kata kunci: analisis kebijakan; guru profesional; kualifikasi akademik; kualitas pendidikan; pengelolaan guru; sertifikasi guru

Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim

Abstrak:
Kajian ini mendalami fenomena ocean grabbing yang muncul akibat proyek reklamasi yang dilakukan untuk memfasilitasi ekspansi modal. Kasus proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia diambil untuk diperbandingkan dengan melihat metode pengurugan dan upaya memfasilitasi investasi perkotaan dalam proyek reklamasi. Kebutuhan lahan baru yang menjadi biang keladi dari proyek reklamasi akan didalami mengenai dampak yang ditimbulkannya pada krisis sosio-ekologis yang harus diderita masyarakat pesisir. Studi ini adalah kajian pustaka yang dilakukan dengan menelusuri laporan penelitian, artikel jurnal, dan pemberitaan media daring yang terkait dengan persoalan yang dikaji. Kajian ini dilakukan dengan meminjam pendefinisian ocean grabbing yang dibuat oleh Bennett, Govan, dan Satterfield serta kriteria yang mereka buat untuk mengidentifikasi krisis sosio-ekologis yang muncul di masyarakat pesisir akibat proyek reklamasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia menimbulkan masalah ocean grabbing secara serius. Pertama, proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia memiliki tata kelola yang buruk. Partisipasi publik yang minim dan perencanaan tidakmemadai menjadi jalan bagi fasilitasi ekspansi modal dalam proyek reklamasi. Kedua, proyek reklamasi telah memperburuk keadaan kehidupan masyarakat pesisir akibat hilangnya daerah tangkapan, penurunan pendapatan, dan mencerabut komunitas dari ruang hidupnya. Ketiga, proyek reklamasi menyebabkan kerusakan ekosistem yang telah merusak keseimbangan lingkungan di perairan laut. Kata kunci: investasi; ocean grabbing; proyek reklamasi

Vol. 10 / No. 2 - Desember 2019

Penulis: Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.

Abstrak:
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan dan kewenangan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di pemerintah kabupaten/kota, diambil alih oleh pemerintah provinsi. Serah terima ini mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2016, dan harus tuntas pada awal tahun 2017. Hasil audit BPK menemukan adanya selisih nilai aset sebesar Rp26 miliar dalam proses serah terima aset ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengalihan aset yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi, permasalahan dan kendala yang dihadapi serta perlakuan akuntansi terhadap aset yang dialihkan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data empiris yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Proses ini dimulai dari data catatan aset yang dimiliki oleh dindikbud kabupaten/kota. Data tersebut diserahkan oleh dindikbud kabupaten/kota kepada BPKAD kabupaten/kota. Selanjutnya tanpa melakukan konfirmasi dan pengecekan fisik terlebih dahulu catatan tersebut dijadikan dasar untuk melakukan penghitungan jumlah aset yang akan diserahterimakan kepada pihak BPKAD provinsi pada bulan Oktober 2016. Nilai total aset yang dialihkan sebesar Rp1.738.599.434.341,84., selisih nilai yang ditemukan BPK disebabkan oleh tidak lengkapnya pelaporan hibah ke SMA/SMK yang bersumber dari APBN. Permasalahan yang cukup rumit terdapat pada kepemilikan tanah sekolah, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kurang memadai, pencatatan aset ganda, kurang lengkapnya pelaporan, serta berbagai permasalahan administratif dan akuntansi lainnya. Kata kunci: aset, pemerintahan daerah, akuntansi pemerintahan, pendidikan menengah, pendidikan

Penulis: Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Desa wisata merupakan salah satu bentuk wisata yang menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat menjadi komponen terpenting dalam pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pengembangan Desa Wisata Pentingsari dalam perspektif partisipasi masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan Desa Wisata Pentingsari mendapat dukungan penuh dari masyarakat Pentingsari dan pemerintah daerah melalui partisipasinya dalam kegiatan wisata. Pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, masyarakat berpartisipasi mulai dari perencanaan, sosialisasi ke masyarakat dan pemerintah desa hingga pengambilan keputusan tentang pembentukan desa wisata. Partisipasi masyarakat dalam tahap implementasi dilakukan dengan memberikan pemikiran, materi, dan terlibat langsung dalam setiap kegiatan pengembangan desa wisata serta berupaya menciptakan desa wisata yang siap bersaing di industri pariwisata. Partisipasi dalam tahap menikmati hasil ditunjukkan dengan peningkatan kondisi kehidupan masyarakat Pentingsari akibat kegiatan wisata. Hal ini berarti bahwa masyarakat menikmati hasil dari kegiatan wisata baik secara ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Selanjutnya partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi ditunjukkan melalui keterlibatannya dalam pertemuan rutin antarpengelola desa wisata, pemerintah desa, dan pemerintah daerah setempat. Kata kunci:partisipasi masyarakat, pengembangan desa, desa wisata

Penulis: Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.

Abstrak:
Perbaikan terhadap sanitasi, lingkungan dan air bersih, secara substansial akan mengurangi tingkat kesakitan dan tingkat keparahan berbagai penyakit sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun, Indonesia masih dihadapi masalah sanitasi yaitu perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang mencemari lingkungan. Indonesia berada di urutan kedua setelah India (626 juta orang) sebagai negara dengan perilaku BABS terbanyak yaitu 63 juta orang. Begitu pun dengan Kota Serang, masih terdapat 27,2% masyarakat melakukan BABS seperti di sungai, sawah dan lainnya. Penyebab utamanya adalah faktor kebiasaan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui strategi promosi kesehatan yang terdiri dari upaya advokasi, dukungan sosial dan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas sanitasi di Kota Serang. Data dalam tulisan ini merupakan hasil penelitian kelompok bersama Tim Peneliti pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Penelitian kualitatif dilakukan di Kota Serang pada bulan Maret 2019. Selain masalah kebiasaan, penyebab masih banyaknya masyarakat BABS adalah tidak tersedianya sarana jamban sehat di rumah dan tidak efektifnya program jamban komunal. Sulitnya mendapatkan air bersih di Kota Serang membuat masyarakat lebih enggan membuat dan menggunakan jamban sehat. Oleh karena itu, pemerintah daerah setempat melakukan strategi promosi kesehatan yang meliputi advokasi kepada anggota DPR dan DPRD agar memprioritaskan masalah sanitasi lingkungan di Kota Serang; meningkatkan dukungan sosial dari tokoh masyarakat serta melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk tidak BABS. Kata kunci:promosi kesehatan, sanitasi, BABS

Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.

Abstrak:
Surabaya merupakan salah satu kota dengan timbulan sampah terbesar. Pemilahan sampah dari sumber merupakan kunci untuk mengelola sampah dengan efektif. Penelitian kualitatif ini bercorak studi kasus bertujuan mengetahui perilaku pemilahan sampah di Kota Surabaya. Data diperoleh melalui wawancara dengan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya, LSM Pemerhati Sampah, Bank Sampah Induk Surabaya. Pengamatan dilakukan di Pusat Daur Ulang Jambangan, taman kota dan jalan-jalan untuk mengetahui bagaimana masyarakat memilah sampah di tempat umum. Meskipun Surabaya memiliki program kebersihan yang diakui dunia, tidak serta merta menjadikan masyarakatnya peduli kebersihan dan melakukan pemilahan sampah. Pengetahuan tidak selalu menghasilkan perilaku pemilahan sampah. Perilaku pemilahan sampah masih berkaitan dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial masyarakat (faktor eksternal). Oleh karena itu, perilaku pemilahan sampah perlu dibentuk dengan 3 strategi: (1) penguatan kebijakan; (2) penyediaan sarana yang ergonomis; dan (3) pelibatan masyarakat dalam mengubah perilaku. Kata kunci:pemilahan sampah, perilaku, Surabay

Penulis: Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.

Abstrak:
Banyak penelitian membuktikan bahwa religiositas terkait dengan kesehatan mental. Pesantren dianggap mampu memperkuat religiositas pada remaja. Banyak orang tua memasukkan anak-anak mereka ke pesantren dengan harapan anak-anak mereka akan menjadi orang dewasa yang positif. Masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara religiositas dan kesehatan mental remaja di pondok pesantren remaja? dan apakah ada hubungan antara dimensi religiositas dan kesehatan mental? Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi antara skor religiositas dan skor kesehatan mental pada partisipan, yaitu r = 0.31, p < 0.01, two tailed. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara skor religiositas dan skor kesehatan mental pada remaja pesantren dengan 9,61% variansi kesehatan mental dapat dijelaskan oleh religiositas, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain. Sementara hasil lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa di antara dimensi kesehatan mental, religiositas memiliki hubungan positif dan signifikan hanya dengan kesejahteraan sosial, yaitu r = 0.3, p < 0.01, two tailed. Ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat religiositas yang dirasakan oleh remaja pesantren, maka semakin tinggi pula dimensi kesejahteraan sosial mereka, begitu pun sebaliknya. Kata kunci:kesehatan mental, religiositas, pesantren, remaja

Penulis: Asri Christiyani

Abstrak:
Artikel ini membahas mengenai pembangunan sosial oleh masyarakat yang dilakukan oleh Paguyuban Jamu Gendong Lestari di Kelurahan Kuningan Barat Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan melalui budaya dan kearifan lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa Paguyuban Jamu Gendong Lestari sebagai komunitas yang menjalankan usaha di bidang ekonomi kreatif yaitu jamu sebagai warisan budaya Indonesia telah berhasil melakukan proses pembangunan sosial berdasarkan tujuh karakteristik pembangunan sosial. Strategi pembangunan sosial yang dijalankan adalah strategi pembangunan sosial oleh masyarakat melalui wadah Paguyuban Jamu Gendong Lestari. Masyarakat yang menjadi anggota saling bekerja sama secara harmonis untuk memenuhi kebutuhan mereka, memecahkan masalah mereka dan berupaya menciptakan kesempatan guna memperbaiki hidup melalui pengelolaan usaha jamu gendong. Kata kunci:pembangunan sosial, kesejahteraan sosial, ekonomi kreatif, jamu

Penulis: Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.

Abstrak:
Pengelolaan pesisir dan pantai sangat penting di Indonesia yang merupakan daerah kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia. Terlebih kondisi di sebagian pesisir di Indonesia kualitas lingkungannya menurun seperti di Kawasan Benoa Badung Bali. Tulisan ini bertujuan untuk menghitung pengaruh kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat terhadap kualitas lingkungan pesisir di Kawasan Benoa Badung Bali. Metode kuantitatif dengan instrumen kuesioner dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa besaran indeks untuk kebijakan pemerintah di Kawasan Benoa adalah 67,45 (cukup), indeks peran serta masyarakat 78,06 (baik), indeks kondisi perairan 72,78 (baik) dan indeks kondisi daratan 74,62 (baik). Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat terhadap kualitas lingkungan pesisir dan pantai (r=0,541). Kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat berpengaruh positif terhadap kondisi kualitas lingkungan pesisir dan pantai. Berbagai kegiatan dan program pemberdayaan masyarakat dan kebijakan pemerintah di Kawasan Benoa misalnya adanya kelompok Pokmaswas Yasa Segara, pengembangan wisata konservasi di Badung, pengembangan usaha perikanan telah memenuhi prinsip-prinsip pembangunan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Kata kunci:kebijakan pemerintah, peran serta masyarakat, Kawasan Benoa, kualitas lingkungan, pembangunan pesisir terpadu dan berkelanjutan

Vol. 10 / No. 1 - Juni 2019

Penulis: Fieka Nurul Arifa, M.Pd.

Abstrak:
Kualitas pendidikan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidik. Guru sebagai pelaksana pendidikan pada jenjang dasar, menengah dan usia dini harus memiliki kompetensi dan kualifikasi yang memenuhi standar nasional pendidikan. Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan merupakan terobosan untuk menyiapkan calon guru profesional yang telah tersertifikasi. Persyaratan kualifikasi akademik guru setidaknya S-1 dan harus memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui program sertifikasi. Dengan berakhirnya sertifikasi melalui Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru maka seluruh proses sertifikasi ditempuh melalui Pendidikan Profesi Guru. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kepustakaan (library research) untuk mengetahui bagaimana kebijakan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan dalam pemenuhan kebutuhan guru profesional di Indonesia. Dalam pelaksanaannya Pendidikan Profesi Guru Prajabatan masih terkendala: (1) kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, (2) kualifikasi calon peserta didik, dan (3) penyerapan lulusan. Perlu adanya perbaikan dari sisi tata kelola dan regulasi guna meningkatkan efektivitas penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan. Kata kunci: kualitas pendidikan, guru profesional, Pendidikan Profesi Guru Prajabatan.

Penulis: Sali Susiana, S.Sos, M.Si.

Abstrak:
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk melihat bagaimana peran Program Keluarga Harapan (PKH) dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jambi dan Kalimantan Selatan. Data diperoleh dari wawancara kepada pejabat pengelola PKH, pendamping PKH dan ibu hamil penerima PKH. Ditemukan bahwa tidak terdapat kaitan secara langsung antara PKH dan penurunan AKI, karena tidak ada ketentuan yang rinci mengenai persentase uang tunai yang diterima dari PKH yang harus dibelanjakan untuk meningkatkan kualitas gizi ibu hamil penerima PKH, sehingga berpengaruh pada kualitas kesehatan ibu hamil dan penurunan AKI. Selain itu, tidak semua ibu hamil memeriksakan diri minimal 4 kali selama kehamilan. Kedua provinsi tidak menyelenggarakan program khusus bagi ibu hamil penerima PKH. Meskipun demikian, ada beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan gizi ibu hamil yang menjadi program Kementerian Kesehatan, yaitu melalui pemberian tablet tambah darah dan biskuit, serta penyelenggaraan Kelas Ibu Hamil. Untuk meningkatkan efektivitas PKH dalam menurunkan AKI, perlu dilakukan pendampingan dan monitoring secara berkala kepada ibu hamil penerima PKH. Kata kunci: kesehatan reproduksi perempuan, Program Keluarga Harapan, Angka Kematian Ibu.

Penulis: Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.

Abstrak:
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk melihat bagaimana peran Program Keluarga Harapan (PKH) dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jambi dan Kalimantan Selatan. Data diperoleh dari wawancara kepada pejabat pengelola PKH, pendamping PKH dan ibu hamil penerima PKH. Ditemukan bahwa tidak terdapat kaitan secara langsung antara PKH dan penurunan Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa sanitasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Sanitasi memengaruhi kualitas hidup manusia, termasuk di pesantren yang merupakan institusi penyelenggaran pendidikan keagamaan Islam. Di pondok tempat tinggal santri seyogyanya memenuhi standar sanitasi agar santri dapat beraktivitas dengan nyaman sesuai dengan tuntunan Islam. Studi ini dilakukan dengan metode kualitatif untuk mengetahui kondisi sanitasi pesantren, dampak sanitasi pesantren terhadap kesehatan santri, dan kebijakan pemerintah terhadap masalah sanitasi yang dihadapi oleh pesantren. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur, yang kemudian dianalisis dengan teknik reduksi dan penarikan kesimpulan. Studi ini menyimpulkan bahwa sebagian besar pesantren di berbagai wilayah di Indonesia belum memiliki sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan. Kondisi sanitasi yang belum memenuhi syarat kesehatan tersebut memiliki dampak bagi kesehatan santri. Banyak santri yang pernah terkena skabies, diare, dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Ada dua kebijakan pemerintah yang dilaksanakan untuk membantu pesantren keluar dari masalah sanitasi yang dihadapinya, yakni Pos Kesehatan Pesantren dari Kementerian Kesehatan dan eco-pesantren Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, belum semua pesantren dapat mengakses salah satu kebijakan tersebut. Untuk itu, Pemerintah perlu meningkatkan jangkauan program pos kesehatan pesantren dan eco-pesantren. Kata kunci: sanitasi, air, skabies, eco-pesantren, dan kesehatan.

Penulis: Yulia Indahri, S.Pd., M.A.

Abstrak:
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program yang menyerap dana cukup besar dan langsung diterima oleh penerima bantuan, yaitu sekolah. Program BOS mulai dilaksanakan pada Juli 2005 dalam rangka percepatan Wajib Belajar 9 Tahun, menekan angka putus sekolah, dan membantu siswa dari keluarga miskin untuk dapat terus sekolah. Akan tetapi, ada keinginan dari pemerintah agar pemangku kepentingan, yakni sekolah dan komite sekolah, mau terlibat aktif dalam pelaksanaan program. Walaupun dana yang diterima oleh siswa melalui sekolah belum mencapai angka ideal, paling tidak kebutuhan standar pelayanan minimal dapat terpenuhi. Tulisan ini menggunakan studi pustaka dan studi lapangan di tiga provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara untuk perbandingan. Studi pustaka di antaranya adalah kajian dan penelitian yang dilakukan mengenai Program BOS oleh lembaga penelitian SMERU dan juga Bank Dunia. Studi di lapangan dilakukan untuk melihat kendala yang ditemui di lapangan dalam pelaksanaan Program BOS terutama dalam kaitannya dengan peran serta pemangku kepentingan. Dapat disimpulkan bahwa penambahan alokasi anggaran perlu terus mendengarkan masukan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan juga dari masyarakat. Partisipasi masyarakat, terutama jika menyangkut pendanaan, tidak berarti tanpa pengawasan. Harus ada kepastian transparansi dan akuntabilitas dari pemanfaatan dana yang tetap dilaporkan ke masyarakat dan tidak bersifat memaksa. Kata kunci: bantuan, pendidikan, sekolah.

Penulis: Indrawaty Gita

Abstrak:
Program Pembangunan Partisipatif Berbasis Komunitas (P3BK) merupakan Program Pemerintah Kota Bekasi untuk pelaksanaan pembangunan lewat partisipasi dan swadaya masyarakat. Tulisan ini ingin mendeskripsikan implementasi kebijakan P3BK di Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi. Penelitian ini bersifat kualitatif di mana data dikumpulkan melalui wawancara pada pelaksana swakelola P3BK, kemudian data dianalisis dengan Model Miles dan Huberman. Secara keseluruhan program berjalan baik, yang didorong beberapa faktor yaitu: (1) komunikasi, yang meliputi penyaluran komunikasi yang cukup efektif, kejelasan yang cukup baik atas kebijakan P3BK oleh para pelaksana kegiatan, serta konsistensi dalam memberikan arahan yang cukup baik; (2) sumber daya, yang meliputi SDM pelaksana program yang dinilai cukup kompeten dan kapabel; (3) disposisi/sikap pelaksana P3BK, yang meliputi kapasitas dan kapabilitas pelaksana P3BK yang cukup memadai, dedikasi yang tinggi. (4) struktur organisasi/birokrasi, yang meliputi telah tersedianya Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan P3BK dan masing-masing pelaksana program telah memahami dan melaksanakan SOP tersebut, serta fragmentasi birokrasi yang telah berjalan efektif. Kata kunci: Pembangunan, Partisipasi, Kebijakan, Komunitas.

← Sebelumnya 1 2 3 Selanjutnya →