Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.
Abstrak:
Arah politik hukum minuman beralkohol dalam perspektif
pemerintah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat terdapat beberapa
gagasan kebijakan hukum untuk minuman beralkohol di masa yang akan
datang, yaitu pertama, dari sisi penegakan hukum perlu perubahan kebijakan
kriminal agar pengaturannya lebih tertib di masing-masing daerah dengan
melarang minuman beralkohol oplosan dan larangan bagi pengendara
kendaraan bermotor yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol
untuk berkendara di lalu lintas jalan; kedua, sehubungan dengan
pembentukan RUU Minuman Beralkohol ada beberapa pihak yang menghendaki pengaturannya bersifat pelarangan namun ada juga yang
menghendaki pengaturan dan pengendalian dengan pembatasan; ketiga,
pengaturan minuman beralkohol tradisional diserahkan ke kebijakan
masing-masing pemerintah daerah; dan keempat, sanksi pidana untuk
minuman beralkohol diatur dengan undang-undangan jangan di dalam
peraturan daerah.
Penulis: Marfuatul Latifah, S.H.I., Ll.M.
Abstrak:
Arah politik hukum minuman beralkohol dalam perspektif
pemerintah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat terdapat beberapa
gagasan kebijakan hukum untuk minuman beralkohol di masa yang akan
datang, yaitu pertama, dari sisi penegakan hukum perlu perubahan kebijakan
kriminal agar pengaturannya lebih tertib di masing-masing daerah dengan
melarang minuman beralkohol oplosan dan larangan bagi pengendara
kendaraan bermotor yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol
untuk berkendara di lalu lintas jalan; kedua, sehubungan dengan
pembentukan RUU Minuman Beralkohol ada beberapa pihak yang menghendaki pengaturannya bersifat pelarangan namun ada juga yang
menghendaki pengaturan dan pengendalian dengan pembatasan; ketiga,
pengaturan minuman beralkohol tradisional diserahkan ke kebijakan
masing-masing pemerintah daerah; dan keempat, sanksi pidana untuk
minuman beralkohol diatur dengan undang-undangan jangan di dalam
peraturan daerah.
Penulis: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Arah politik hukum minuman beralkohol dalam perspektif
pemerintah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat terdapat beberapa
gagasan kebijakan hukum untuk minuman beralkohol di masa yang akan
datang, yaitu pertama, dari sisi penegakan hukum perlu perubahan kebijakan
kriminal agar pengaturannya lebih tertib di masing-masing daerah dengan
melarang minuman beralkohol oplosan dan larangan bagi pengendara
kendaraan bermotor yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol
untuk berkendara di lalu lintas jalan; kedua, sehubungan dengan
pembentukan RUU Minuman Beralkohol ada beberapa pihak yang menghendaki pengaturannya bersifat pelarangan namun ada juga yang
menghendaki pengaturan dan pengendalian dengan pembatasan; ketiga,
pengaturan minuman beralkohol tradisional diserahkan ke kebijakan
masing-masing pemerintah daerah; dan keempat, sanksi pidana untuk
minuman beralkohol diatur dengan undang-undangan jangan di dalam
peraturan daerah.
Penulis: Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Arah politik hukum minuman beralkohol dalam perspektif
pemerintah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat terdapat beberapa
gagasan kebijakan hukum untuk minuman beralkohol di masa yang akan
datang, yaitu pertama, dari sisi penegakan hukum perlu perubahan kebijakan
kriminal agar pengaturannya lebih tertib di masing-masing daerah dengan
melarang minuman beralkohol oplosan dan larangan bagi pengendara
kendaraan bermotor yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol
untuk berkendara di lalu lintas jalan; kedua, sehubungan dengan
pembentukan RUU Minuman Beralkohol ada beberapa pihak yang menghendaki pengaturannya bersifat pelarangan namun ada juga yang
menghendaki pengaturan dan pengendalian dengan pembatasan; ketiga,
pengaturan minuman beralkohol tradisional diserahkan ke kebijakan
masing-masing pemerintah daerah; dan keempat, sanksi pidana untuk
minuman beralkohol diatur dengan undang-undangan jangan di dalam
peraturan daerah.
Penulis: Denico Doly, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Arah politik hukum minuman beralkohol dalam perspektif
pemerintah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat terdapat beberapa
gagasan kebijakan hukum untuk minuman beralkohol di masa yang akan
datang, yaitu pertama, dari sisi penegakan hukum perlu perubahan kebijakan
kriminal agar pengaturannya lebih tertib di masing-masing daerah dengan
melarang minuman beralkohol oplosan dan larangan bagi pengendara
kendaraan bermotor yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol
untuk berkendara di lalu lintas jalan; kedua, sehubungan dengan
pembentukan RUU Minuman Beralkohol ada beberapa pihak yang menghendaki pengaturannya bersifat pelarangan namun ada juga yang
menghendaki pengaturan dan pengendalian dengan pembatasan; ketiga,
pengaturan minuman beralkohol tradisional diserahkan ke kebijakan
masing-masing pemerintah daerah; dan keempat, sanksi pidana untuk
minuman beralkohol diatur dengan undang-undangan jangan di dalam
peraturan daerah.
Penulis: Novianto Murti Hantoro, S.H., M.H.
Abstrak:
Arah politik hukum minuman beralkohol dalam perspektif
pemerintah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat terdapat beberapa
gagasan kebijakan hukum untuk minuman beralkohol di masa yang akan
datang, yaitu pertama, dari sisi penegakan hukum perlu perubahan kebijakan
kriminal agar pengaturannya lebih tertib di masing-masing daerah dengan
melarang minuman beralkohol oplosan dan larangan bagi pengendara
kendaraan bermotor yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol
untuk berkendara di lalu lintas jalan; kedua, sehubungan dengan
pembentukan RUU Minuman Beralkohol ada beberapa pihak yang menghendaki pengaturannya bersifat pelarangan namun ada juga yang
menghendaki pengaturan dan pengendalian dengan pembatasan; ketiga,
pengaturan minuman beralkohol tradisional diserahkan ke kebijakan
masing-masing pemerintah daerah; dan keempat, sanksi pidana untuk
minuman beralkohol diatur dengan undang-undangan jangan di dalam
peraturan daerah.
Penulis: Prof.Dr. phil. Poltak Partogi Nainggolan, M.A.
Abstrak:
Proxy war di kawasan Timur Tengah pada umumnya telah terjadi dan terus berlangsung di negara-negara yang dilanda konflik internal (domestik). Para pemain atau aktor utama meliputi negara-negara yang berasal, baik dari luar, maupun dalam kawasan. Jika diamati, negara-negara yang terlibat terdiri dari kekuatan global yang pernah terlibat dan berseteru dalam Cold War (Perang Dingin), seperti AS dan Rusia (negara yang dominan dalam Uni Soviet dulu), dan kekuatan regional lama dan yang muncul kemudian, seperti Arab Saudi, Iran, Turki dan UEA. Selanjutnya, muncul pemain dan ‘kekuatan tanggung’, yang terdiri dari negara-negara Arab yang lebih kecil, namun sudah maju dan tidak ketinggalan ingin menunjukkan perannya, serta ingin dilihat dan diperhitungkan dunia internasional. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam proxy war, akan semakin kompleks proxy way yang tercipta, karena konstelasi dan konfigurasi kian majemuk, sehingga, sebagai konsekuensinya, akan semakin sulit mencari penyelesaian konflik
Penulis: Drs. Simela Victor Muhammad, M.Si.
Abstrak:
Terjadinya proxy war di Lebanon setidaknya disebabkan faktor posisi Lebanon yang dianggap strategis oleh kekuatan-kekuatan dari luar, sehingga mereka berkepentingan mengamankan Lebanon dari berbagai kemungkinan yang dapat mengancam kepentingan strategis mereka di kawasan. Amerika Serikat, melalui Israel, dan juga untuk kepentingan Israel sendiri, berkepentingan menjadikan Lebanon sebagai pijakan strategis untuk mengontrol keamanan kawasan. Sementara itu Iran, dengan kekuatan Hezbollah, berkepentingan menjadikan Lebanon sebagai salah satu basis pertahanan, baik itu untuk kepentingan militer maupun ideologi (Syiah). Saudi Arabia, sebagai kekuatan Sunni dan rival Iran di kawasan, sudah tentu juga berkepentingan menjaga pengaruhnya di Lebanon. Rivalitas di antara kekuatan-kekuatan besar itu, paling tidak yang paling mewarnai terjadinya proxy war di Lebanon saat ini.
Penulis: Mochamad Ilyas
Abstrak:
Konflik di Yaman sangat kompleks dan rumit karena banyak aktor-aktor, baik domestik maupun luar, yang berkontestasi. Kunci terciptanya perdamian dan stabilitas di Yaman sebenarnya sangat tergantung political will elite-elite politik Yaman. Sangat disayangkan saat ini Yaman menjadi panggung kepentingan AS, Arab Saudi, dan UEA. Diperlukan kesadaran kolektif elit-elit politik Yaman untuk mau duduk bersama dengan kepala dingin mencari solusi yang saling menguntungkan. Sebenarnya, elite-elite politik Yaman punya modal sejarah bagus untuk berkompromi, bahkan mereka pernah menyatukan dua negara.
Penulis: Dewi Wuryandani, S.T., M.M.
Abstrak:
Tulisan pertama dari Dewi Wuryandani, membahas peluang dan kendala pemanfaatan TD bagi pengembangan kewirausahaan dan UMKM. Wuryandani menjelaskan bahwa TD merupakan teknologi inovatif yang mampu menggeser teknologi mapan dan menciptakan industri baru. Untuk ke depan, dengan adanya tantangan ekonomi global yang semakin besar, mengharuskan para pengusaha memiliki kemampuan untuk memanfaatkan TD guna mengatasi tantangan tersebut dan mengubahnya menjadi kesempatan. Sejalan dengan hal tersebut, para pelaku UMKM diharapkan dapat berusaha secara berkelanjutan dan mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka lebar. Semakin banyak UMKM yang terlibat dalam ekonomi digital melalui pita lebar, bisnis elektronik, media sosial, teknologi awan, dan platform telepon seluler atau ponsel, maka diharapkan semakin banyak pula pelaku UMKM yang menjadi lebih inovatif dan lebih kompetitif. Dengan demikian, UMKM dapat tumbuh lebih cepat untuk meraih keuntungan yang lebih besar dan juga menciptakan berbagai lapangan kerja untuk menggerakkan ekonomi secara keseluruhan
Penulis: Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak.
Abstrak:
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar TD dapat berjalan baik dan memberikan dampak signifikan terhadap transformasi bisnis. Pertama, yang harus dimiliki oleh setiap pelaku usaha untuk sukses dalam transformasi bisnis adalah sikap adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Kedua transformasi bisnis adalah sikap kolaborasi, pelaku usaha disarankan untuk memilih jalan kolaborasi daripada berjuang melawan gelombang disrupsi. Ketiga, setiap pelaku usaha harus memiliki sikap untuk selalu berbagi dalam menghadapi era digital yang serba terbuka seperti saat ini. Berbagi bukan hanya soal materi, namun juga soal pengalaman dan pengetahuan. Uraian lengkap mengenai bentuk transformasi ekonomi dan bisnis dampak dari kehadiran teknologi disruptif disajikan dalam artikel kedua yang disiapkan oleh Niken Paramita
Penulis: Sahat Aditua Fandhitya Silalahi, S.T., Mba
Abstrak:
Sahat Silalahi mendiskusikan kebijakan pendukung ekosistem digital dalam meningkatkan bisnis UMKM pada bagian ketiga buku ini. Pembentukan ekosistem digital mutlak diperlukan dalam rangka mempercepat proses adopsi teknologi, baik oleh masyarakat maupun pelaku UMKM. Pembentukan ekosistem digital membutuhkan intervensi kebijakan pemerintah yang lebih bersifat top down melalui serangkaian instrumen kebijakan. Penyediaan fasilitas infrastruktur teknologi perlu diikuti dengan pemangkasan birokrasi yang cenderung tidak bersahabat dengan pembentukan ekosistem digital. Birokrasi hendaknya menjadi lebih sederhana dan ditugaskan untuk memberikan dukungan terhadap percepatan adopsi teknologi. Infrastruktur teknologi yang andal beserta tingkat adopsi yang tinggi dari pelaku UKM dan masyarakat akan mempercepat pengembangan bisnis dan ekonomi secara keseluruhan
Penulis: Hilma Meilani, S.T., MBA.
Abstrak:
Pemerintah mempunyai kebijakan untuk memfasilitasi pengembangan UMKM digital. Pemerintah juga memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020 dengan menargetkan terciptanya 1.000 technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar USD 10 miliar dan dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar. Topik ini dibahas oleh Hilma Meilani dalam tulisan keempat dengan judul “Fasilitasi Pemerintah dalam Pengembangan UMKM Digital dan Technopreneur”.
Penulis: Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.
Abstrak:
Pengembangan daya saing UMKM menjadi faktor yang penting dalam era teknologi digital. Melalui pemanfaatan TIK diharapkan UMKM dapat memperluas pangsa pasar dan bersaing secara sehat dengan usaha besar. Selain itu teknologi inovatif membantu UMKM dalam melakukan inovasi dan diferensiasi produk. Meilani berargumen bahwa upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan UMKM agar terjun di pasar digital tidak bisa hanya bergantung pada langkah pemerintah pusat, tetapi juga perlu dukungan pemerintah daerah, Dukungan daerah di antaranya berupa program untuk menumbuhkan UMKM dan technopreneur, menciptakan banyak kompetisi UMKM dan wirausahawan, dan memunculkan website-website baru yang memberi wadah kepada UMKM lokal di daerah
Penulis: Mandala Harefa, S.E., M.Si.
Abstrak:
Harefa menyarankan UMKM di kota Denpasar perlu memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan daya saing perusahaan, mengingat di era globalisasi ini arena persaingan menjadi sangat kompetitif dan bersifat global/mendunia. Dua tantangan terbesar yang dihadapi pelaku UMKM di era digital adalah kemampuan SDM memanfaatkan teknologi tersebut dan kemampuan memanfaatkan proses transaksi digital. Untuk tahap awal sudah seharusnya seluruh pihak dengan sungguh-sungguh mendorong para pelaku UMKM untuk go digital karena proses digitalisasi masih berjalan lambat di sektor ini. E-commerce dapat menjadi peluang besar bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya serta memungkinkan UMKM melakukan pemasaran dengan tujuan pasar global
Penulis: Dr. Dra. Hartini Retnaningsih, M.Si.
Abstrak:
Hartini Retnaningsih berupaya
menggambarkan bagaimana kepesertaan Program JKN seharusnya
dipandang bukan hanya dari sisi jumlah penduduk yang dicakup, tetapi
juga bagaimana mereka harus bisa mengakses setiap pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan. Angka UHC yang tinggi tidak akan memiliki arti
jika tidak disertai tersedianya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
masyarakat. Dalam hal ini kepesertaan dan pemanfaatan pelayanan
ada hubungan yang erat, agar Program JKN bisa disebut sukses.
Penulis: Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.
Abstrak:
Tri Rini Puji Lestari,
menganalisis dampak UHC terhadap pelayanan kesehatan yang
bermutu bagi masyarakat di Kota Cirebon. UHC idealnya mencakup
jaminan kesehatan dan pelayanan dengan segala fasilitas yang
dibutuhkan dalam Program JKN, tetapi dalam kenyataannya
kesuksesan Program JKN selama ini masih dinilai hanya sebatas sarana/
fisik yang dibutuhkan dan belum mengarah pada upaya pembentukan
masyarakat yang berpola hidup sehat. Dengan demikian, pelayanan
kesehatan yang diberikan masih banyak bersifat kuratif.
Penulis: Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.
Abstrak:
Rahmi Yuningsih, membahas masalah tenaga
kesehatan dalam Program JKN di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP). Pada intinya, Program JKN diperlukan adanya tenaga
kesehatan dalam kualitas dan kuantitas yang memadai serta terdistribusi
secara seimbang di seluruh wilayah Indonesia. Tenaga Kesehatan di
Puskesmas yang terdiri atas dokter atau dokter layanan primer, dokter
gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan
lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga
kefarmasian perlu bekerja profesional yang meliputi pelayanan promosi
kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi dan pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit
Penulis: Nur Sholikah Putri Suni, M.Epid.
Abstrak:
Rahmi Yuningsih, membahas masalah tenaga
kesehatan dalam Program JKN di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP). Pada intinya, Program JKN diperlukan adanya tenaga
kesehatan dalam kualitas dan kuantitas yang memadai serta terdistribusi
secara seimbang di seluruh wilayah Indonesia. Tenaga Kesehatan di
Puskesmas yang terdiri atas dokter atau dokter layanan primer, dokter
gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan
lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga
kefarmasian perlu bekerja profesional yang meliputi pelayanan promosi
kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi dan pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit
Penulis: Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.
Abstrak:
Secara umum, BUMDes berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution)
dan lembaga komersial (commercial institution). Sebagai
lembaga sosial maka BUMDes harus berpihak pada kepentingan
masyarakat melalui kontribusinya dalam menyediakan pelayanan sosial.
Namun pada sisi lain, BUMDes juga harus menjadi pilar peningkatan
pendapatan asli desa (PADes) dengan cara mencari keuntungan melalui
aktifitas penjualan barang dan jasa. BUMDes tidak hanya berorientasi
pada laba dan profit saja, namun harus digunakan sebaik-baiknya untuk
gerakan sosial pada level desa untuk kesejahteraan masyarakat.
BUMDes berperan sebagai gerakan sosial dalam arti BUMDes
sebagai organisasi yang bertujuan untuk melakukan perubahan sosial
pada masyarakat desa. Banyak kasus yang menunjukkan BUMDes
berhasil mengangkat desa terpelosok dan miskin kini menjadi salah satu obyek wisata di Gunung Kidul. Begitu pula, kasus BUMDes di Desa
Ponggok yang berhasil menyejahterakan masyarakatnya melalui unit
usaha yang dikelola BUMDes. BUMDes yang bergerak dalam bidang
pertanian juga sangat membantu petani dalam menjual produk
pertanian sehingga tidak melalui tengkulak. Sarana produksi pertanian
yang jual BUMDes juga memudahkan petani untuk bercocok tanam
tanpa harus membeli sarana produksi ke kota. Usaha simpan-pinjam
membantu masyarakat yang akan memulai usaha tanpa harus repot ke
bank di kota. Desa-desa yang mengalami kekurangan air bersih berhasil
mengubah kondisi itu dengan mendirikan BUMDes yang mengelola
air bersih yang disalurkan ke warga dengan biaya yang terjangkau.
Penulis: Prof. DR. Mohammad Mulyadi, AP., M.Si.
Abstrak:
Partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan BUMDes di Tirta
Mandiri Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah lebih
menunjukkan hasil uji pengaruh yang lebih besar atau lebih
signifikan. Hal ini karena di BUMDes Tirta Mandiri masyarakat
yang terlibat dalam kegiatan BUMDes cukup banyak dan dapat
dirasakan betul manfaatnya oleh masyarakat. Kegiatan BUMDes yang diikuti oleh warga masyarakat adalah
kegiatan yang dapat mendatangkan tambahan pendapatan
sehingga kegiatan tersebut baik untuk terus dilanjutkan
Penulis: Nur Sholikah Putri Suni, M.Epid.
Abstrak:
BUMDes memiliki manfaat yang cukup besar terutama di sektor
kesehatan. BUMDes juga dapat menciptakan kesejahteraan di sektor
kesehatan. Banyak masyarakat yang merasa terbantu semenjak adanya
BUMDes. BUMDes juga memberikan alternatif solusi untuk
memecahkan masalah kesehatan terutama terkait akses dan pelayanan
kesehatan. Di sisi lain, secara tidak langsung BUMDes dapat dijadikan
terobosan untuk terciptanya Universal Health Coverage (UHC) yang
merupakan cita-cita global termasuk Indonesia. UHC merupakan
konsep pelayanan kesehatan yang mencakup aspek aksesibilitas
pelayanan kesehatan dari preventif, promotif, kuratif sampai rehabilitatif
yang berkualitas dan komprehensif. Selain itu, UHC bertujuan untuk
mengurangi masalah finansial dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan sehingga dapat berkontribusi secara positif terhadap
pembangunan negara. Dalam hal ini, implementasi UHC sudah
dilakukan di Indonesia yaitu melalui JKN.
Di Indonesia diperlukan inovasi dan langkah strategis supaya program
dapat berjalan optimal dan cita-cita UHC dapat tercapai.
Dibutuhkan waktu yang cukup panjang tidak hanya bertahun-tahun
melainkan dekade untuk mencapai UHC. Sebagian besar negara di
Asia yang sudah mencapai UHC rata-rata membutuhkan waktu lebih
dari 10 tahun. Mereka mempunyai strategi perencanaan jangka
panjang yang digunakan sebagai referensi. BUMDes bekerja sama
dengan BPJS untuk memberikan bantuan berupa iuran BPJS kesehatan
kepada masyarakat desa yang belum terdaftar. Dengan adanya
kerjasama tersebut maka dapat menguntungkan kedua belah pihak
demi terciptanya jaminan kesehatan yang adil dan merata. Selain itu,
BUMDes juga mengembangkan usahanya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama di sektor
kesehatan.
Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.
Abstrak:
KLHS merupakan instrumen hukum administratif yang dikonsep oleh
pemerintah dengan tujuan pencegahan sebelum terjadinya pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup. Karena pengaturan tata ruang atau
KRP di suatu wilayah tanpa didasari pengkajian yang mendalam terkait
kondisi lingkungan serta pertimbangan prinsip pembangunan
berkelanjutan merupakan salah satu “faktor kondusif” penyebab kejahatan
lingkungan berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
KLHS merupakan suatu kewajiban bagi pemerintah dan pemerintah
daerah dalam penyusunan atau evaluasi: Rencana tata ruang wilayah
(RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang
(RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional,
provinsi, dan/atau kabupaten/kota; dan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan.
Mengenai implementasi KLHS sebagai kewajiban bagi pemerintah
daerah, pada penerapannya di Sumatera Utara di antaranya dipahami
bahwa hal itu belum sepenuhnya terealisasi. Masih belum banyak daerah
di Sumatera Utara yang melaksanakan kewajiban membuat KLHS saat
menetapkan KRP dan tata ruang. Satu contoh yakni Sungai Deli sebagai
salah satu sungai yang tercemar limbah, menandakan bahwa perlunya
evaluasi terhadap RTRW wilayah tersebut yang dimulai dari penyusunan
KLHS untuk kepentingan tersebut.
Penulis: Novianti, S.H., M.H.
Abstrak:
Implementasi Konvensi Basel terkait pengelolaan limbah B3, maka
memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Republik Indonesia harus
izin terlebih dahulu kepada Pemerintah Indonesia secara tertulis dan
harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam ketentuan
nasional. Karnanya apabila ada pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut oleh pihak lain dapat dianggap sebagai suatu kejahatan dan
Indonesia dapat mengambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan
limbah B3 di antaranya Pasal 53, Pasal 69 UUPPPLH dan Pasal 12
ayat (4) PP No.101 Tahun 2014 sejalan dengan pengaturan konvensi Basel.
Hasil penelitian di Jawa Barat dan Sumatera Utara telah mempunyai
tempat pembuangan limbah, karnanya limbah tidak langsung dibuang
ke sungai karena perusahaan memiliki alat pengolah limbah. Untuk
memastikan limbah yang telah diolah aman untuk lingkungan, perusahaan
memiliki peralatan yang mampu mengukur tingkat aman. Hal ini sejalan
dengan konvensi basel yang menyatakan bahwa negara harus menjamin
tempat pembuangan limbah sendiri dan berusaha tidak melakukan
perpindahan/mengekspor limbah ke negara lain. Setiap negara harus
berusaha menjamin ketersediaan fasilitas pembuangan sendiri yang
berwawasan lingkungan, sehingga ekspor limbah dapat diminimalisir (
Pasal 4 ayat (2b dan 2d) ). Namun dalam pelaksanaannya masih menemui
kendala di antaranya perusahaan umumnya lebih memilih untuk
berinvestasi atau mengalokaikan anggaran untuk membeli mesin produksi
dibandingkan mesin pengolah limbah karena lebih mendatangkan
keuntungan.
Penulis: Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.
Abstrak:
Hukum lingkungan Indonesia, yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan tanggung
jawab kepada perusahaan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Tanggung jawab perusahaan tersebut mencakup pencegahan dan
penanganan masalah lingkungan hidup yaitu pencemaran dan kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha perusahaan. Instrumen
yang digunakan untuk mencegah perusahaan melakukan pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup adalah perizinan, selain juga dokumen
lingkungan hidup yaitu Analisis mengenai dampak lingkungan hidup
dan Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan Upaya pemantauan
lingkungan hidup.
Penulis: Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Konsep peran serta masyarakat dalam pencegahan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup tercermin dalam konsepsi budaya hukum
sebagai salah satu bagian dari instrumen sistem hukum. Friedman
mengartikan budaya hukum sebagai sikap dari masyarakat terhadap
hukum dan sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, gagasan, serta
harapan masyarakat tentang hukum. UU PPLH Tahun 2009 sebagai
substansi hukum dari teori sistem hukum Friedman ditemukan sekitar
20,47% norma yang mengakomodir kepentingan masyarakat serta
mengatur peran serta masyarakat dalam mencegah pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Hal ini diartikan bahwa UU PPLH Tahun
2009 sudah baik dalam hal pengaturan mekanisme pencegahan pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup dari aspek peran serta masyarakat.
Adapun Lothar Guendling menyatakan bahwa peran serta masyarakat
dalam memelihara lingkungan hidup adalah sebagai berikut (1) memberi
informasi kepada pemerintah; (2) meningkatkan kesediaan masyarakat
untuk menerima keputusan; (3) membantu perlindungan hukum; serta
(4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan. Ketiga konsep peran
serta masyarakat tersebut setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa
norma dalam UU PPLH Tahun 2009 telah merespon kepentingan
hukum masyarakat dan peran serta masyarakat. Namun terdapat
kendala dalam implementasi norma-norma tersebut di lapangan
Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup, dengan studi kasus di Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Jawa Barat didapat beberapa kendala dalam
penerapan norma kepentingan hukum masyarakat dan peran serta
masyarakat yaitu belum transparan nya pihak pemerintah dalam
memberikan informasi terkait permasalahan lingkungan hidup; belum
terbukanya pemerintah kepada masyarakat terkait perizinan lingkungan
hidup; masyarakat belum maksimal disosialisasi terkait pendidikan lingkungan hidup; serta pengetahuan lingkungan hidup masyarakat
masih sangat kurang.
Penulis: Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Pada saat berlaku UU No. 23 Tahun 1997, lembaga penyelesaian
sengketa terdapat disejumlah daerah termasuk Provinsi Sumatera Utara.
Lembaga penyelesaian sengketa di Provinsi Sumatera Utara sangat
berperan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Sedangkan di Jawa Barat, penyelesaian sengketa di luar pengadilan di dominasi
oleh pemuka masyarakat tidak ada peran dari lembaga penyelesaian
sengketa. Pasca berlakunya UU No 32 Tahun 2009, peran lembaga ini
tidak terdengar lagi bahkan di Sumatera Utara sudah tidak ada. Ketiadaan
lembaga ini dikarenakan pertama, aturan lembaga dalam UU No 32
Tahun 2009 sangat minim. Penyebab kedua adalah dihapuskannya
peran pemerintah dalam pembentukan lembaga. Penyebab terakhir
adalah peraturan pelaksana dari UU No 32 Tahun 2009 yang mengatur
tentang lembaga juga belum diundangkan. Hingga saat ini PP No. 54
Tahun 2000 masih berlaku. Akan tetapi muatan PP ini sebagian besar
sudah tidak relefan dengan aturan baru dalam UU No. 32 Tahun 2009.
Penulis: Dr. Lidya Suryani Widayati, S.H., M.H.
Abstrak:
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berkaitan erat dengan
bagaimana melestarikan dan mengelola sumber daya alam yang berwawasan
lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan
serta memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya sangat penting
untuk ditegakkan mengingat bahwa pengelolaan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbarui yang diekploitasi terus menerus akan mengakibatkan
resiko habisnya sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam yang
tidak berwawasan lingkungan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan,
kerusakan lingkungan dan pada akhirnya akan mengurangi kemampuan
sumber daya alam untuk memperbaiki diri.
Penegakan hukum pidana pada kenyataannya tidak dapat memperbaiki
lingkungan yang tercemar, namun dengan sanksi pidana sebagai salah
satu tujuannya diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi para
pelakunya. Penjatuhan sanksi pidana bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan hidup dari pelanggaran atas perbuatan yang
dilarang, perbuatan yang diharuskan atau kewajiban yang harus dilakukan
oleh setiap orang atau badan hukum yang diatur dalam undang-undang
di bidang lingkungan. Peranan hukum pidana dalam upaya penegakan
hukum lingkungan semakin penting. Bahkan dalam kasus-kasus
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang berat, sifatnya sebagai
“primum remedium” semakin nampak. Sekalipun demikian, efektivikasinya
akan banyak tergantung pada kualitas mental dan intelektual para penegak
hukumnya, terutama untuk memahami spirit dan substansi hukum
pidana lingkungan yang cukup kompleks.